Pengelolaan limbah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menjadi hal penting yang tidak bisa diabaikan, terutama karena dampaknya yang serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Di Indonesia, upaya ini semakin diperkuat sejak pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Spesifik, yang fokus menangani limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Langkah tersebut diperjelas dan diperkuat melalui terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 9 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Limbah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah B3. Dengan regulasi ini, kamu diharapkan semakin memahami prosedur pengelolaan limbah B3 yang benar demi menjaga kelestarian lingkungan sekaligus melindungi kesehatan masyarakat.

Daftar Isi
Klasifikasi Pengelolaan Limbah B3
Peraturan Menteri LHK No. 9 Tahun 2024 membedakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) menjadi dua kategori, yaitu sampah B3 dan limbah B3. Sampah B3 adalah sampah padat yang berasal dari aktivitas sehari-hari manusia atau proses alam yang mengandung bahan B3. Contohnya meliputi:
- Produk rumah tangga yang mengandung B3 dan sudah tidak digunakan
- Kemasan kosong yang sebelumnya berisi produk B3
- Perangkat elektronik yang tidak terpakai
- Produk atau kemasan lain yang mengandung B3 dan dibuang
Sementara itu, limbah B3 adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri, pertanian, atau proses produksi lainnya. Limbah ini dapat berbentuk cair, gas, maupun padat, dan umumnya mengandung bahan kimia atau zat berbahaya yang memerlukan penanganan khusus.
Perbedaan utama antara keduanya terletak pada sumber dan bentuk limbah, di mana sampah B3 lebih berkaitan dengan penggunaan sehari-hari. Sedangkan limbah B3 umumnya berasal dari proses produksi skala besar.
Dengan memahami klasifikasi ini, pengelolaan dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran sesuai karakteristik dan risiko dari masing-masing kategori, sehingga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia
Pengelolaan limbah B3 tidak bisa dilakukan sembarangan karena sifatnya yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Ada beberapa tahapan penting yang harus kamu pahami, yaitu pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir.
Setiap tahapan ini memiliki prosedur khusus untuk memastikan limbah berbahaya dikelola dengan benar, sehingga risiko pencemaran dan dampak negatif terhadap kesehatan dapat diminimalkan. Dengan memahami dan menerapkan tahapan ini, kamu turut berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan serta melindungi masyarakat dari bahaya limbah B3.
Metode Sortir
Metode pengelolaan limbah B3 dimulai dari tahap pemilahan yang wajib dilakukan di sumbernya, baik oleh individu maupun pengelola fasilitas seperti perumahan, area komersial, industri, hingga ruang publik. Kamu perlu memahami bahwa pemilahan ini bertujuan memisahkan limbah sesuai kategorinya, yaitu: produk rumah tangga yang mengandung B3, kemasan bekas produk B3, barang elektronik yang rusak atau tidak terpakai, serta bahan B3 yang kadaluarsa, tumpah, atau tidak sesuai standar.
Untuk memudahkan pengelolaan, pengelola fasilitas diwajibkan menyediakan wadah dengan kode warna khusus. Warna merah digunakan untuk produk rumah tangga yang mengandung B3, oranye untuk kemasan bekas B3, hitam untuk barang elektronik rusak atau tidak terpakai, dan cokelat untuk bahan B3 yang kadaluarsa, tumpah, atau tidak sesuai standar. Setiap wadah harus kedap air, memiliki penutup, mudah dipindahkan, mudah dibersihkan, serta disesuaikan ukurannya dengan volume limbah yang dihasilkan.
Dengan mematuhi metode pemilahan ini, kamu dapat memastikan limbah B3 dikelola sejak awal secara aman. Langkah ini membantu mencegah pencemaran lingkungan, meminimalkan risiko kesehatan, dan mempermudah proses penanganan limbah pada tahap berikutnya seperti pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan.
Pengumpulan Sampah
Pengumpulan limbah B3 merupakan tahap penting setelah pemilahan, yang memastikan limbah berbahaya ini dapat ditangani dengan aman dan terstruktur. Dalam proses ini, Bupati atau Wali Kota bertanggung jawab mengumpulkan limbah B3 yang telah dipilah dari area pemukiman, sementara pengelola fasilitas mengurus pengumpulan di kawasan perumahan, komersial, industri, dan ruang publik.
Limbah yang sudah dipilah dikumpulkan di Fasilitas Pengumpulan Sampah Spesifik (FPSS). Untuk mengoptimalkan pengumpulan, pemerintah daerah dapat menempatkan wadah pemilahan di bank sampah, pusat daur ulang, atau gedung-gedung publik.
Penempatan wadah pemilahan mempertimbangkan jarak menuju FPSS dan cakupan wilayah pemukiman yang dilayani, sehingga proses pengumpulan lebih efisien. Pengelola fasilitas juga wajib menyediakan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPSSS-B3) atau alat pengumpul khusus yang dirancang untuk memindahkan limbah terpilah dari wadah pemilahan menuju TPSSS-B3. Alat pengumpul ini harus memastikan setiap jenis limbah tetap terpisah sesuai kategorinya.
Dengan sistem pengumpulan yang terencana, kamu dapat memastikan limbah B3 tidak bercampur dengan limbah lainnya. Langkah ini memudahkan proses pengolahan selanjutnya, dan meminimalkan risiko pencemaran maupun bahaya kesehatan bagi masyarakat.
Pemrosesan
Pemrosesan limbah B3 adalah tahap lanjutan setelah pengumpulan, yang bertujuan memastikan limbah berbahaya ini ditangani secara aman hingga tahap pembuangan akhir. Limbah B3 yang telah terkumpul di Fasilitas Pengumpulan Sampah Spesifik (FPSS) atau Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPSSS-B3) harus melalui proses pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Prosedur ini mengacu pada kerangka peraturan resmi mengenai pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
Selama proses pengangkutan, penting untuk memastikan limbah tetap terpisah sesuai kategorinya, menggunakan kendaraan khusus yang dirancang untuk mencegah kebocoran atau pencemaran. Tahap pengolahan dapat meliputi metode fisik, kimia, atau biologis, tergantung pada jenis limbah dan tingkat bahayanya. Sementara itu, pembuangan akhir harus dilakukan di fasilitas yang memiliki izin resmi, seperti tempat penimbunan khusus atau insinerator yang memenuhi standar lingkungan.
Dengan memahami dan mematuhi prosedur pemrosesan ini, kamu dapat membantu memastikan bahwa limbah B3 tidak menimbulkan risiko tambahan bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Langkah ini juga menjadi bagian dari komitmen untuk menjaga kelestarian ekosistem dan memenuhi tanggung jawab pengelolaan limbah secara berkelanjutan.

Pembangunan Fasilitas dan Penyimpanan Limbah B3
Peraturan Menteri LHK No. 9 Tahun 2024 juga mengatur secara rinci pedoman pendirian dan pengelolaan Fasilitas Pengumpulan Sampah Spesifik (FPSS) serta Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPSSS-B3). Menteri, gubernur, dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan fasilitas FPSS, baik secara langsung maupun bekerja sama dengan badan usaha berizin. Fasilitas ini dapat dibangun baru atau memanfaatkan infrastruktur pengelolaan sampah yang sudah ada, asalkan memiliki izin pengelolaan limbah B3.
Pengelola kawasan perumahan, komersial, industri, maupun zona khusus wajib menyediakan TPSSS-B3 untuk penyimpanan sementara limbah B3. Fasilitas yang sudah ada dapat digunakan sebagai TPSSS-B3 jika memenuhi persyaratan pengelolaan limbah B3 sesuai peraturan. Baik FPSS maupun TPSSS-B3 harus memenuhi standar desain dan operasional yang ketat, termasuk kelengkapan peralatan darurat, papan penanda yang jelas, serta sistem penyimpanan aman untuk mencegah pencemaran.
Selain itu, FPSS dan TPSSS-B3 wajib memiliki struktur organisasi yang jelas, prosedur pengumpulan dan pengolahan, serta pencatatan limbah yang detail. Laporan tahunan juga diwajibkan, di mana FPSS melapor ke sistem pengelolaan sampah nasional, sedangkan TPSSS-B3 melapor ke pemerintah daerah.
TPSSS-B3 juga harus terdaftar di pemerintah daerah dengan dokumen yang membuktikan adanya sistem pengendalian pencemaran dan infrastruktur pengelolaan limbah. Semua ketentuan ini memastikan limbah B3 dikelola secara aman dan ramah lingkungan.